Jakarta – PT Pertamina Gas Negara Tbk (PGN) membuat konsorsium bersama JGC Holdings Corporation (JGC), Osaka Gas Co Ltd, dan INPEX Coorporation mengembangkan biomethane menjadi subtitusi bahan bakar fosil (BBM).
Proyek biomethane tersebut akan dimulai di Sumatera Bagian Selatan pada 2025. Saat ini, fase kajian mendalam tengah dilakukan seperti penilaian teknis supply chain, produksi dan pasokan biomethane.
Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN, Harry Budi Sidharta mengatakan, beberapa perkebunan kelapa sawit di Sumatera Selatan telah menandatangani nota kesepahaman dalam pengadaan bahan baku Palm Oil Mill Effluent (POME) atau limbah sawit.
“Proyek ini akan menggunakan jaringan pipa gas bumi PGN untuk mendistribusikan biomethane berbahan POME yang bahan bakunya dari perkebunan kelapa,” terang Harry dalam keterangan tertulis.
Biomethane yang diproduksi dari proyek ini diharapkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gas industri dan pelanggan di Indonesia, tetapi juga mendorong pengembangan energi baru terbarukan (EBT).
Indonesia produsen kelapa sawit terbesar dunia
Indonesia merupakan produsen dan eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia yang berkontribusi 4,5 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB). Industri sawit di Tanah Air mempekerjakan hampir 3 juta orang.
Adapun produksi minyak kelapa sawit menyisakan limbah POME yang kaya akan bahan organik dan menghasilkan emisi metana dalam jumlah besar. Diperkirakan, emisi metana memiliki efek rumah kaca 25 kali lebih besar dibandingkan CO2.
Proses produksi biomethane nantinya akan menangkap gas methane yang dilepaskan ke atmosfer dari POME, untuk kemudian dimurnikan menjadi gas biomethane dan disalurkan melalui jaringan pipa gas bumi dan infrastruktur eksisting lainnya ke pelanggan di Indonesia. Dengan demikian proyek Biomethane ini akan memberikan manfaat berupa pengurangan emisi gas methane, mengurangi emisi karbon, dan memenuhi kebutuhan gas bumi di Indonesia.
Proyek ini telah diperkenalkan di Asia Zero Emission Community (AZEC) Ministerial Meeting pada Maret 2023 sebagai inisiatif yang berkontribusi terhadap netral karbon di Asia.
Harry menambahkan, proyek ini sejalan transisi energi di Indonesia menuju target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060. Gas bumi dapat mengurangi emisi sampai dengan 40 persen dan akan menjadi salah satu solusi energi untuk mencapai target penurunan emisi Indonesia sampai dengan 377 juta ton CO2 pada tahun 2035. (Hartatik)