Power wheeling, peluang baru investasi EBT di Indonesia

Jakarta – Pemerintah Indonesia terus mendorong implementasi skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Skema ini diharapkan tercantum dalam ketentuan pemenuhan pasokan EBET, khususnya pada Pasal 29A dan 47A, sebagai rumusan kerja sama pemanfaatan jaringan (open access).

Power wheeling merupakan konsep penggunaan bersama jaringan listrik, di mana produsen tenaga listrik dapat menyalurkan listrik langsung kepada pengguna akhir melalui jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki oleh pemegang izin.

Institute for Essential Services Reform (IESR) mendukung masuknya skema ini dalam RUU EBET, melihatnya sebagai peluang besar untuk pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan yang lebih luas, mendukung transisi energi menuju net-zero emission (NZE) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

“Pemberlakuan power wheeling akan menciptakan peluang pengembangan sumber dan pemanfaatan energi terbarukan yang lebih luas untuk mendukung transisi energi menuju net-zero emission,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR dalam keterangan resmi, Selasa, 21 Mei.

Menurut Fabby, keberadaan power wheeling akan meningkatkan pasokan dan permintaan energi terbarukan, khususnya dalam solusi elektrifikasi industri, sehingga memicu peningkatan investasi. Menurutnya, ketergantungan pada permintaan dan proses pengadaan dari PLN menyulitkan pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

“Posisi PLN sebagai single offtaker menyebabkan pengembangan sumber daya energi terbarukan tidak optimal. Skema power wheeling akan mendorong keterlibatan produsen listrik baik BUMN lain maupun swasta dalam pengembangan energi terbarukan, sehingga dapat menambah bauran energi terbarukan Indonesia lebih cepat,” jelasnya.

Terkait kekhawatiran bahwa power wheeling adalah bentuk privatisasi kelistrikan, Fabby menjelaskan bahwa anggapan tersebut tidak tepat.

“Jaringan transmisi tidak dijual ke pihak swasta dan masih dalam kepemilikan PLN sebagai BUMN. Justru skema ini dapat mengoptimalkan utilisasi aset jaringan transmisi PLN sehingga menambah penerimaan PLN dari biaya sewa jaringan, yang bisa dipakai untuk memperkuat investasi PLN di jaringan,” tambahnya.

IESR menyoroti beberapa hal penting dalam pelaksanaan power wheeling. Pertama, skema ini harus mempromosikan energi terbarukan, secara spesifik harus disebutkan dalam RUU sebagai power wheeling energi terbarukan (renewable power wheeling). Kedua, penerapan power wheeling tidak boleh mengorbankan keandalan pasokan listrik. Ketiga, power wheeling harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak merugikan pemilik jaringan.

“Tarif penggunaan jaringan listrik bersama harus mencerminkan biaya yang diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan keandalan sistem, biaya layanan, serta menutupi biaya investasi untuk penguatan jaringan,” jelas Fabby.

Keempat, formula tarif penggunaan jaringan listrik bersama harus ditetapkan oleh pemerintah atau regulator. Kelima, diperlukan pembuatan aturan turunan mengenai power wheeling yang lebih rinci.

“RUU EBET dapat mengamanatkan aturan power wheeling yang lebih rinci dan teknis dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan peraturan teknis serta detailnya akan diatur melalui peraturan menteri ESDM,” lanjut Fabby.

Lebih jauh, Fabby mengungkapkan bahwa penerapan power wheeling dapat menciptakan pasar energi terbarukan dan berdampak positif bagi investasi industri di Indonesia.

“Saat ini, industri mempunyai kepentingan untuk membangun industri yang berkelanjutan. Banyak asosiasi industri, termasuk yang bergabung dalam RE100, mendesak hal serupa. Dengan adanya skema power wheeling, industri akan lebih mudah memperoleh listrik dari sumber energi terbarukan, mengurangi jejak karbon, mencapai target keberlanjutannya, dan memberikan citra industri hijau yang baik bagi pelanggan. Ini positif bagi peningkatan iklim investasi di Indonesia,” imbuh Fabby.

IESR berharap agar DPR dan pemerintah mempertimbangkan kepentingan dan manfaat nasional yang lebih luas dalam penetapan klausa power wheeling di RUU EBET, guna mempercepat pencapaian target net zero emission di Indonesia. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles