Jakarta – Perubahan iklim diduga memainkan peranan penting terhadap jumlah peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD). Hal itu dikarenakan suhu memainkan peranan penting dalam perkembangan umur, reproduksi, dan transmisi virus nyamuk. Situasi ini merupakan ancaman global termasuk Indonesia sebagai negara tropis yang mudah terpengaruh oleh perubahan iklim.
Dalam webinar nasional yang bertajuk “Dampak Perubahan Iklim terhadap Penyakit DBD, Apakah Menjadi Tantangan Kesehatan Global”, Minggu (24/7), Adipatra Kenaro Wicaksana menyampaikan bahwa dampak perubahan iklim menjadi perbincangan masyarakat saat-saat ini.
“DBD memiliki korelasi dengan perubahan iklim, sebab bisa menyebabkan curah hujan tinggi dan musim hujan berkepanjangan. Kondisi ini ideal untuk nyamuk penyebab DBD berkembang biak,” ujar Adipatra selaku ketua pelaksana webinar.
Lebih lanjut, DBD termasuk kedalam penyakit yang memiliki prevalensi tinggi. Untuk itu DBD juga perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut, selain kasus penyebaran Covid-19. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKM UMJ), Dr Andriyani, MKes menambahkan, peningkatan kasus DBD terjadi disaat musim penghujan tiba. Kemenkes RI mencatat pada tahun 2022 jumlah kumulatif kasus DBD sampai dengan minggu ke-2 terdapat 45-87 kasus, sementara itu jumlah kasus kematian akibat DBD mencapai 432 kasus.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (PP Hakli) dan Komite Ahli PMKL Kemenkes, Arif Sumantri menyampaikan materi tentang hubungan perubahan iklim dan penyakit DBD.
“Perubahan iklim sudah menjadi salah satu isu strategis yang tertuang dalam Perpres No 59/2017 dalam kaitan komitmen global adalah perubahan iklim, baik di antaranya pandemi yang sekarang memasuki tahap peralihan, termasuk juga bonus demografi,” ucap Arif. (Hartatik)
Foto banner: Laszlo Fatrai/pexels.com
