Ketika negara-negara berupaya memerangi perubahan iklim, mereka menggunakan berbagai strategi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Ada dua pendekatan utama yang memiliki karakteristik dan peran yang berbeda dalam membentuk kebijakan lingkungan adalah mekanisme pasar dan non-pasar.
Emisi gas rumah kaca (GRK) dikuantifikasi, diukur dalam ton setara CO2 (CO2e), untuk mengukur seberapa besar emisi GRK suatu negara dibandingkan dengan negara lain. Setiap negara menetapkan batas emisi GRK, yang juga disebut batas atas. Hak untuk mengemisikan sejumlah GRK tertentu menjadi komoditas yang berharga dalam mekanisme pasar. Dengan menerapkan prinsip-prinsip pasar, perdagangan emisi, atau cap and trade, negara atau perusahaan yang telah melampaui target pengurangan emisi dapat menjual hak emisi yang tidak terpakai kepada negara atau perusahaan yang belum mencapai target.
Sistem ini, yang dicontohkan oleh Sistem Perdagangan Emisi Uni Eropa (EUETS), menciptakan lingkungan yang fleksibel di mana perusahaan-perusahaan dapat merencanakan strategi pengurangan emisi jangka panjang. Protokol Kyoto memperkenalkan tiga mekanisme pasar: perdagangan emisi, Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism atau CDM), dan implementasi bersama (joint implementation atau JI).
Dalam perdagangan emisi, perusahaan dapat membeli dan menjual unit emisi, memberikan insentif moneter untuk pengurangan emisi. CDM dan JI, mekanisme berbasis proyek, memberikan penghargaan kepada proyek-proyek yang mengurangi emisi di bawah tingkat “bisnis seperti biasa”. Pengurangan emisi bersertifikat (CER) dan unit pengurangan emisi (ERU) diperoleh dan diperdagangkan, sehingga perusahaan dan negara dapat memenuhi kewajiban pengurangan emisi mereka. Mekanisme ini mendorong fleksibilitas dan memberikan insentif untuk berbagai proyek, mulai dari inisiatif energi terbarukan hingga program kompor yang lebih baik.
Pendekatan Pasar dan Non-Pasar dalam Perjanjian Paris
Dalam Perjanjian Perubahan Iklim Paris, para negosiator mengakui manfaat kerja sama global dalam pengurangan emisi, namun juga mengakui perlunya pendekatan yang beragam di luar mekanisme pasar. Pasal 6 dari perjanjian tersebut mencerminkan keseimbangan ini, yang menyerukan kerja sama untuk meningkatkan ambisi, mendorong pembangunan berkelanjutan, dan mendorong partisipasi yang lebih luas dalam aksi iklim.
Perjanjian ini memperkenalkan mekanisme pasar baru, yang dibangun berdasarkan pelajaran dari mekanisme sebelumnya seperti CDM dan JI. Pada saat yang sama, perjanjian ini juga menetapkan kerangka kerja untuk pendekatan non-pasar, yaitu serangkaian strategi yang tidak bergantung pada mekanisme pasar tradisional. Sementara rincian mekanisme pasar yang baru ditentukan, para pihak juga harus mendefinisikan mekanisme pendekatan non-pasar.
Pendekatan non-pasar, seperti yang dibayangkan oleh para pihak, berfokus pada kerja sama dalam kebijakan iklim dan dapat mencakup langkah-langkah fiskal seperti penetapan harga karbon atau pajak pengurangan emisi. Kerangka kerja yang luas ini memungkinkan adanya berbagai strategi yang mencerminkan keragaman aksi iklim di seluruh dunia.
Singkatnya, mekanisme pasar memberikan fleksibilitas dan insentif untuk pengurangan emisi melalui perdagangan, sementara pendekatan non-pasar, seperti yang diuraikan dalam Perjanjian Paris, menawarkan serangkaian strategi yang lebih luas dan lebih beragam untuk mendorong kerja sama global dalam memerangi perubahan iklim. Evolusi yang sedang berlangsung dari mekanisme-mekanisme ini menggarisbawahi kompleksitas dan pentingnya kolaborasi internasional dalam mengatasi salah satu tantangan paling mendesak di zaman kita. Baca lebih lanjut mengenai mekanisme pasar dan non-pasar di sini. (nsh)
Foto banner: Indonesia Carbon Exchange (IDX Carbon) diluncurkan pertama kali tanggal 26 September. (Sumber: Kanal Youtube Indonesia Stock Exchange)