Jakarta – Para pengamat meragukan kebijakan pemerintah yang meskipun tengah mendorong transisi menuju energi hijau dan berkelanjutan, di pihak lain juga berlaku kebijakan yang terus memacu produksi batubara, bahkan dengan target yang mendekati angka satu miliar ton tahun ini.
Direktur Center of Economy and Law Studies dan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, menilai bahwa terus meningkatnya produksi batubara tidak sejalan dengan komitmen transisi energi dan perubahan iklim.
“Ketidakkonsistenan dalam kebijakan energi Indonesia, yang terus mendorong produksi batubara meskipun tren global beralih ke energi bersih,” ungkap Bhima, Rabu, 20 Maret.
Managing Director Energy Shift Institute, Putra Adhiguna menekankan perlunya pendekatan yang lebih holistik dalam mengelola sumber daya energi. Ia menyoroti bahwa terus meningkatnya produksi batubara menunjukkan perlunya perubahan paradigma dalam melihat sumber daya energi agar sesuai dengan tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
Produksi batu bara terus meningkat
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Bambang Suswanto, mengkonfirmasi hal tersebut dan mengatakan bahwa persetujuan atas Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) mencapai jumlah tonase produksi batubara yang sangat tinggi hingga beberapa tahun ke depan.
Meskipun produksi batubara telah melebihi target dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah masih terus memacu produksi untuk memenuhi permintaan, baik di dalam negeri maupun ekspor. Pada tahun 2023 saja, realisasi produksi batubara nasional mencapai 775 juta ton, melebihi target yang dipatok sebesar 659 juta ton. Batu bara masih menjadi sumber energi utama dalam pembangkit listrik di Indonesia, mencapai 67,21 persen dari bauran energi primer pada tahun 2022.
Perwakilan dari industri batu bara menegaskan bahwa mineral tersebut masih memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan energi Indonesia, terutama dalam sektor pembangkit listrik. Ketua Umum Indonesia Mining Association (IMA) Rachmat Makkasau mengatakan bahwa “Indonesia dianugerahi cadangan dan sumber daya batubara yang masih bisa dimanfaatkan untuk 200-500 tahun mendatang”.
Ia menuturkan, cadangan batubara nasional saat ini mencapai 35 miliar ton dan sumber daya sebesar 134 miliar ton, dan diperkirakan bisa digunakan hingga 500 tahun ke depan. Menurutnya, “sampai saat ini batubara merupakan energi paling murah dibandingkan yang lain. … Apalagi berbagai cara sudah dilakukan industri batubara untuk mengurangi emisi.”
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, mengatakan bahwa target produksi batubara dalam RKAB yang mencapai hampir satu miliar ton itu akan berpotensi menekan harga pasar.
“Di tengah kondisi over supply batubara, harga batubara tentu akan tertekan. Harga akan jatuh saat akan diproduksi lebih,” ungkapnya. (Hartatik)