Jakarta – Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) secara resmi meluncurkan Yayasan Petani Pelindung Hutan (Farmers For Forests Protection Foundation/4F) di Jakarta. Inisiatif yang dikembangkan bersama petani dan masyarakat lokal dan adat dari berbagai daerah di Indonesia ini bertujuan untuk mempromosikan praktik-praktik bebas deforestasi yang bertanggung jawab yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani kecil dan masyarakat adat.
Dalam pernyataan tertulis, yayasan ini mengatakan bahwa pembentukannya dilakukan sebagai tanggapan atas meningkatnya permintaan akan produk-produk Indonesia yang tidak hanya bebas dari deforestasi, namun juga mendukung prinsip-prinsip konservasi dan keberlanjutan hutan. Petani kecil di Indonesia membutuhkan dukungan yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan pelaku pasar, untuk dapat melanjutkan usaha mereka secara efektif.
SPKS telah mempromosikan praktik-praktik bebas deforestasi di sektor kelapa sawit, dengan melakukan uji coba lapangan di Kalimantan Barat dengan menggunakan pendekatan Stok Karbon Tinggi dan Nilai Konservasi Tinggi. Masukan yang berharga dari para petani, masyarakat adat, dan akademisi selama periode ini memainkan peran penting dalam pembentukan 4F. Yayasan ini bertujuan untuk menjembatani aspirasi petani, masyarakat adat, pemerintah, dan pasar dalam melindungi hutan di Indonesia.
Mansuetus Alsy Hanu, Sekretaris Jenderal SPKS, menekankan bahwa petani kelapa sawit kecil berkomitmen untuk melakukan praktik pengembangan kelapa sawit yang bertanggung jawab dan bebas deforestasi. Terlepas dari upaya mereka, mereka sering menghadapi tuduhan deforestasi yang tidak adil. Inisiatif 4F akan membantu menyoroti dan memperkuat praktik-praktik baik yang diadopsi oleh para petani ini, berdasarkan kearifan lokal dan dilengkapi dengan pendekatan nasional dan global untuk memastikan pengelolaan dan perlindungan hutan yang tersisa secara berkelanjutan.
Beatus Pius Onomuo, tokoh adat di Kabupaten Sanggau, mengatakan bahwa bagi masyarakat Dayak menjaga hutan adat sudah dilakukan secara turun temurun karena hutan merupakan sumber penghidupan mereka. Jika hutan rusak, maka sumber penghidupan masyarakat dari hutan akan hilang, dan keberlangsungan budaya dan adat istiadat Dayak juga terancam hilang.
“Kami berharap semua pihak, terutama pemerintah, pelaku usaha dan pasar, dapat mendukung kami melalui kebijakan, program dan pembiayaan. Kami berharap upaya kami dalam melestarikan hutan dapat menghasilkan nilai tambah dan produk kami dapat diterima dengan baik di pasar sehingga dapat mendukung upaya kami dalam menjaga hutan tetap lestari dan terus terjaga dari generasi ke generasi,” ujar Onomuo.
Aron, Bupati Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, menyatakan bahwa mengidentifikasi, memetakan, dan melindungi kawasan hutan adat secara berkelanjutan merupakan hal yang penting untuk mendukung pengelolaan lanskap dan konservasi hutan yang berkelanjutan. Beliau menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak untuk memperluas upaya konservasi ini dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sambil memastikan bahwa produk mereka diterima dengan baik di pasar dunia.
Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) yang didirikan pada tahun 2006, telah secara aktif bekerja pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dari sektor perkebunan kelapa sawit. Terdiri dari 72.000 anggota petani kelapa sawit yang tersebar di 18 kabupaten dan 8 provinsi, SPKS telah berkomitmen untuk menerapkan pendekatan Bebas Deforestasi sejak tahun 2018. (nsh)