Jokowi dorong penyebaran PLTS Atap, ekspor listrik ke PLN tak ada kompensasi

Jakarta – Presiden Joko Widodo menyetujui revisi peraturan menteri yang mengatur Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap dengan harapan dapat mempercepat penyebaran panel surya di kalangan masyarakat.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 26/2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum tersebut juga telah disahkan Menteri ESDM Arifin Tasrif dan tinggal menunggu diundangkan.

Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan di Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna mengatakan salah satu poin penting dalam revisi ini adalah penghapusan kewajiban bagi masyarakat untuk mengekspor listrik ke PLN. “Artinya, kalau konsumen itu ada mengirim (listrik) ke PLN, ke grid tidak akan dikompensasi sebagai penurunan biaya rekening,” jelasnya.

Revisi ini sebelumnya sempat tersendat karena potensi beban keuangan negara sebagai kompensasi subsidi melalui PLN. Namun, menurut Feby, Kementerian Keuangan telah menengahi masalah tersebut.

“Di permennya sudah disebutkan bahwa kalau misalnya nanti ada kenaikan BPP (biaya pokok penyediaan) dari PLN itu nanti akan dibebankan ke negara,” ungkapnya.

Lebih lanjut, aturan tersebut juga mencabut skema penitipan listrik yang dihasilkan melalui PLTS atap kepada PLN. Hal ini berbeda dengan sebelumnya yang memaksa penitipan listrik ke PLN. “Nantinya, masyarakat yang ingin memasang PLTS atap itu juga bakal ditetapkan formula batas atasnya berdasarkan kuota yang ditetapkan oleh PLN berdasarkan persetujuan otoritas energi,” tambahnya.

Dalam revisi ini juga terdapat insentif bagi pengguna PLTS atap jika mengalami kendala, seperti kurangnya sinar matahari, sehingga mereka bisa menggunakan listrik dari PLN. Substansi lainnya termasuk peningkatan kapasitas PLTS atap maksimum menjadi 100% daya terpasang berdasarkan sistem kuota, yang sebelumnya hanya dibatasi sekitar 10%—15%.

Revisi ini juga mempertimbangkan berbagai aspek, seperti peniadaan ekspor kelebihan listrik, penghapusan biaya kapasitas untuk pelanggan industri, serta peningkatan frekuensi pengajuan pemasangan PLTS atap yang dibatasi hingga 2 kali dalam setahun.

Kepada pelanggan PLTS atap yang sudah eksisting, masih tetap diberlakukan ketentuan peraturan sebelumnya dengan jangka waktu hingga 10 tahun sejak PLTS atap beroperasi. Dengan langkah ini, diharapkan penyebaran PLTS atap dapat semakin merata dan berkontribusi signifikan dalam upaya transisi energi ke arah yang lebih berkelanjutan. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles