Jakarta – Para ahli dan ekonom menyuarakan perlunya optimalisasi Jaringan Gas Rumah Tangga (Jargas) sebagai energi substitusi yang ramah lingkungan dan efisien secara anggaran. Saat ini Pemerintah Indonesia dihadapkan pada tantangan besar dalam mengelola keberlanjutan energi, efisiensi anggaran subsidi, dan implementasi energi ramah lingkungan.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet, menekankan pentingnya mengutamakan cadangan gas bumi sebagai alternatif energi masyarakat. Dengan cadangan gas Indonesia yang cukup besar, intensifikasi program Jargas dianggap sebagai solusi konkrit untuk mengurangi anggaran subsidi energi yang terus meningkat setiap tahunnya.
“Penggunaan gas oleh rumah tangga secara proporsi itu relatif masih kecil, sehingga sebenarnya memang pemerintah punya ruang untuk mengembangkan Jargas sebagai sekali lagi, alternatif pengganti LPG saat ini,” ujar Yusuf dalam keterangan tertulis.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan gas Indonesia mencapai 2,269 trillion British Thermal Unit (tbtu) per tahun 2023, cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik selama 60 tahun ke depan. Manfaat ekonomis dan lingkungan dari Jargas dapat memberikan alternatif yang lebih berkelanjutan.
Lebih lanjut, Yusuf berpandangan bahwa pemerintah dapat mencari pendanaan alternatif melalui skema Public-Private Partnership (PPP) untuk mendukung infrastruktur Jargas. Sebagai kontributor dalam mengoptimalkan penggunaan gas bumi, PGN (Perusahaan Gas Negara) telah aktif dalam pembangunan infrastruktur Jargas.
Sementara itu, Pengamat energi, Iwa Garniwa, menyoroti peran penting Jargas dalam mengembangkan ketersediaan gas dan akses masyarakat terhadap energi. Dengan Jargas, diharapkan masyarakat bisa beralih dari ketergantungan pada LPG, yang selama ini juga memiliki ketidakakuratan dalam penyaluran subsidi.
Dengan lebih banyaknya masyarakat menggunakan Jargas, diharapkan anggaran subsidi energi dapat dikelola dengan lebih efisien.
“Pengembangan Jargas tidak hanya dianggap solusi energi yang ramah lingkungan, tetapi juga sebagai strategi untuk mengurangi impor LPG yang mendominasi sumber daya energi,” kata Iwa.
Pemerintah sejauh ini telah membangun infrastruktur Jargas dengan mekanisme APBN dan PGN. Sampai dengan Desember 2023 tercatat telah terealisasi sekitar 800 ribu sambungan rumah (SR) pelanggan Jargas aktif yang dikelola PGN.
Data PGN mencatat, pada 2024 target tambahan pelanggan Jargas mencapai sekitar 117.000 Sambungan Rumah (SR). Maka proyeksi pengelolaan pelanggan Jargas sampai dengan akhir tahun ini mencapai lebih dari 900 ribu SR.
Dalam konteks efisiensi anggaran, Jargas dianggap sebagai langkah strategis untuk mengurangi subsidi energi yang mencapai Rp 159,6 triliun pada 2023. Sebesar Rp 95,7 triliun di antaranya adalah untuk subsidi BBM (Bahanya Bakar Minyak) dan LPG.
Pada 2024, target subsidi energi secara keseluruhan menjadi Rp 186,9 triliun. Begitu pun untuk subsidi BBM dan elpiji meningkat menjadi Rp 113,3 triliun. (Hartatik)