Investasi hijau jadi solusi atasi krisis pangan, energi, dan membuka lapangan kerja

Jakarta – Investasi hijau bisa menjadi solusi penyelamat perekonomian Indonesia, bahkan terhadap krisis pangan dan energi yang saat ini melanda global. Komite Investasi Jakarta, Thomas Lembong mengungkapkan, Jumat (28/6), investasi yang masuk ke Indonesia memang sempat macet pada tahun 2020.

“Bisa dipahami, ini imbas dari pandemi Covid-19 yang menekan kondisi perekonomian seluruh negeri. Kabar baiknya, pada tahun 2021, investasi sudah mulai masuk ke Indonesia, bahkan investasi hijau,” ungkapnya dalam webinar ekonomi dan bisnis.

Adapun investasi hijau yang masuk kebanyakan adalah investasi energi baru terbarukan (EBT). Salah satunya, berkaitan dengan pengolahan sampah dan teknologi agrikultur. Selain mengurangi emisi, ini juga diharapkan mampu meningkatkan produktivitas pertanian dan peternakan.

“Jadi, selain buat lingkungan, ini juga bisa menjadi solusi bagi krisis pangan dan krisis energi yang sedang kita hadapi saat ini,” imbuhnya.

Ia berharap, investasi hijau makin berkembang di Indonesia. Meski, Thomas juga khawatir pada tahun ini ada perlambatan masuknya modal ke Indonesia seiring dengan meningkatnya ketidakpastian global dan juga peningkatan suku bunga global.

Secara terpisah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson di sela-sela pelaksanaan G7 di Elmau, Jerman. Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi yang turut mendampingi Presiden Jokowi dalam pertemuan tersebut mengatakan bahwa PM Johnson mengatakan bahwa roadmap untuk kerja sama bilateral sudah ada.

“Dengan sudah adanya roadmap tersebut, maka akan lebih mudah untuk memperkuat hubungan kedua negara,” kata Retno dalam keterangannya, Selasa (28/6). Dia mengatakan bahwa Presiden Jokowi dan PM Boris Johnson juga bersepakat untuk memperkuat kerja sama di bidang energi baru terbarukan (EBT) serta ketahanan pangan.

Sektor energi biofuel terbesar kedua serap tenaga kerja

Energi biofuel menjadi sektor energi terbarukan terbesar kedua dalam menyerap tenaga kerja, setelah energi surya. Secara global, industri biofuel diperkirakan mempekerjakan sekitar 2,4 juta orang.

Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Perencanaan Strategis selaku Chair Energy Transitions Working Group (ETWG) Yudo Dwinanda Priaadi dalam keterangan resmi, Jumat (17/6) mengatakan bahwa biofuel untuk green economy akan menjadi bagian integral dalam mencapai transisi energi yang adil, merata, dan people-centered.

Biofuel juga memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian agenda Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030, maupun terkait karbon netral.

Di Indonesia, Program Mandatori Biodiesel pada tahun 2021 telah menghasilkan sekitar 16,3 juta kilo liter. Jumlah itu meningkat dari 13,3 juta kilo liter pada tahun 2020 selama pandemi Covid-19. Angka tersebut pada tahun 2020 bahkan masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 sebesar 12 juta kilo liter. Program biofuel nasional itu, tambah Yudo, akan ditingkatkan dengan program green refinery yang mengambil pilot project di Kota Cilacap Jawa Tengah.

Proyek tahap pertama ini akan memproduksi Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) atau green diesel, produk biofuel generasi kedua dari Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil (RBDPO).

Dalam hal teknologi inovatif, kerja sama dan kemitraan internasional akan memperkuat jalur pengembangan teknologi yang lebih maju untuk industri biofuel, terutama di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang.

“Selain itu, kemitraan internasional dalam biofuel economy akan meningkatkan pemanfaatan biofuel yang lebih luas dan berkelanjutan di sektor transportasi dan sektor terkait energi lainnya, akibat dari signifikansi biofuel dan sektor bioenergi lainnya untuk energi dan ekonomi di masa depan,” tukasnya. (Hartatik)

Foto banner: Scharfsinn/shutterstock.com

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles