Jakarta – Hasil studi Institute for Essential Services Reform (IESR) berkolaborasi dengan Stockholm Environment Institute (SEI) menunjukkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki kekuatan kapasitas yang berbeda dalam mendukung transisi energi, tetapi keduanya memerlukan peningkatan kapasitas di berbagai aspek.
Wira Swadana, Manajer Program Ekonomi Hijau IESR, mengatakan bahwa hasil awal studi analisis kapasitas institusi pemerintah pusat dan daerah untuk mendukung transisi batubara berkelanjutan di Indonesia, menunjukkan perlunya perencanaan dan implementasi yang matang dalam transisi energi berkeadilan. Ditambahkannya, kapasitas yang mumpuni dan saling melengkapi, serta kolaborasi yang erat antara pemerintah nasional dan pemerintah daerah menjadi hal yang krusial.
“Studi ini mengidentifikasi delapan kapasitas pemerintah yang penting, termasuk kesadaran, pengetahuan teknis, pelibatan pemangku kepentingan, komunikasi, jaringan multilevel (networking), keuangan, penguasaan instrumental dalam penataan dan penguatan organisasi, serta pengimplementasian transisi energi,” beber Wira dalam lokakarya nasional tentang Transisi yang Berkeadilan: Membangun Kapasitas untuk Transisi Batubara yang Berkelanjutan di Indonesia secara hybrid.
Martha Jesica, Analis Bidang Sosial dan Ekonomi IESR, menjelaskan tiga faktor utama yang menyebabkan kesenjangan peningkatan kapasitas antara pemerintah pusat dan daerah. Pertama, perubahan tenaga kerja yang cepat membatasi pertukaran informasi. Kedua, kurangnya kesadaran akan dampak batubara dan pembangunan ekonomi. Ketiga, kompleksitas dalam komunikasi bertingkat atau multilevel antar pemerintah.
Sementara itu, pada kesempatan sama, Stefan Boessner, Peneliti Stockholm Environment Institute, menyoroti pentingnya pemerintah dalam membuat kebijakan dan peraturan yang mendukung inisiatif dan teknologi rendah karbon. Menurutnya, “diversifikasi ekonomi juga dianggap sebagai kunci untuk mencapai transisi energi berkeadilan.”
Ia menambahkan, pilihan diversifikasi ekonomi tersebut tersedia di Indonesia. Misalnya, daerah yang menghasilkan batubara dapat mengembangkan wisata lingkungan dan memanfaatkan lahan pertambangan untuk instalasi energi surya atau penyimpanan energi. (Hartatik)