Jakarta – Dalam sebuah inisiatif penting untuk mengatasi krisis berganda planet ini, lebih dari 70 hakim Asia berkumpul untuk mengikuti program pelatihan lima hari mengenai peradilan lingkungan tingkat lanjut mulai tanggal 30 Oktober hingga 4 November 2023. Upaya kolaboratif ini melibatkan Mahkamah Agung Indonesia, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), dan ClientEarth, dengan dukungan dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP).
Krisis berganda planet, yang terdiri dari perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati, menggarisbawahi kebutuhan mendesak bagi para hakim untuk beradaptasi, berinovasi, dan memimpin dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan hukum yang kompleks ini. Para hakim diharapkan dapat memainkan peran penting dalam respons internasional terhadap krisis iklim, dengan program pelatihan yang dirancang untuk membekali mereka dengan pengetahuan tentang ilmu pengetahuan iklim dan prinsip-prinsip hukum.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas para hakim di kawasan Asia-Pasifik dalam menanggapi perkembangan hukum global terkait isu-isu lingkungan dan iklim. Para pembicara yang hadir antara lain Hakim Antonio Benjamin dari Brasil, Hakim Ayesha Malik dari Pakistan, Hakim Maria Filomena Singh dari Filipina, dan Hakim Nicola Pain dari New South Wales. Delegasi hakim lingkungan hidup senior dari Tiongkok juga turut berkontribusi dalam sesi tersebut.
Peserta yang beragam berasal dari berbagai negara seperti Indonesia, Singapura, Kamboja, Filipina, Laos, Thailand, Malaysia, Tiongkok, dan India, yang memupuk lingkungan kolaboratif untuk komitmen bersama terhadap keadilan iklim dan supremasi hukum lingkungan.
Pelatihan ini mencakup topik-topik penting, termasuk keanekaragaman hayati, litigasi iklim, ilmu pengetahuan iklim, serta perangkat dan metodologi peradilan dalam peradilan lingkungan. Berfokus pada tantangan unik yang dihadapi oleh kawasan Asia Pasifik, program ini bertujuan untuk menyediakan sumber daya mengenai perkembangan hukum dan ilmu pengetahuan penting yang disesuaikan dengan kawasan tersebut.
Dimitri de Boer, Direktur Program Regional, Asia dari ClientEarth, menekankan pentingnya para hakim dalam mengadili litigasi iklim dan berharap dengan pengalaman dan keahlian organisasi ini “dapat mendukung upaya internasional untuk memperkuat supremasi hukum lingkungan melalui pelatihan yudisial, pertemuan, dan konferensi.”
Hakim Bambang H. Mulyono, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan & Pendidikan dan Pelatihan Hukum di Mahkamah Agung Indonesia, menekankan pentingnya peradilan yang berpengetahuan dan terampil untuk menjaga masa depan planet ini melalui keputusan hukum yang adil dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Pelatihan ini diharapkan dapat memandu para hakim dalam membayangkan lingkungan hidup yang berkelanjutan untuk generasi sekarang dan yang akan datang dengan mengatasi hambatan-hambatan yang ada di tingkat nasional dan sistem hukum, demikian menurut Raynaldo Sembiring, Direktur Eksekutif Pusat Hukum Lingkungan Indonesia.
Georgina Lloyd, Koordinator UNEP untuk Hukum dan Tata Kelola Lingkungan Hidup untuk Asia dan Pasifik, menyoroti peran kepemimpinan yang sangat penting bagi para hakim dalam menegakkan supremasi hukum lingkungan hidup, dengan menyatakan, “Peningkatan kapasitas peradilan memiliki potensi untuk mengatasi kesenjangan implementasi dan memperkuat supremasi hukum lingkungan hidup dalam menghadapi tiga krisis planet, yaitu krisis perubahan iklim, krisis kerusakan alam dan krisis polusi.” (nsh)