Jakarta – Meski pemerintah memiliki ambisi besar terkait EBT, tetapi hal itu tidak mengindahkan peran penting batu bara dalam konteks energi nasional, menurut pejabat Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM).
Plt Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Muhammad Wafid, mengatakan bahwa dalam upaya mencapai target emisi nol bersih atau net zero emission (NZE) pada 2060, pemerintah Indonesia terus mengkampanyekan energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber daya energi ramah lingkungan.
“Sumber daya dan cadangan batubara Indonesia saat ini masih cukup banyak dengan total sumber daya sebesar 98,5 miliar ton dan cadangan sebesar 33,8 miliar ton,” ujar Wafid dalam Seminar Nasional Batu bara dengan tema “Unlocking Hidden Gems in Coal Towards Net Zero Emission,” secara hybrid.
Pada bulan Oktober, penasihat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ego Syahrial, mengatakan Indonesia berupaya untuk mempercepat transisi energi dengan mengembangkan fasilitas-fasilitas pembangkit listrik tenaga air, nuklir, dan hidrogen ramah lingkungan, serta menghentikan penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara secara total pada tahun 2058.
Di dalam negeri, batu bara menjadi bahan bakar sebagian besar pasokan listrik Indonesia, yang saat ini masih disubsidi. Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang subsidi energi fosil sebagai hal yang kontraproduktif terhadap transisi energi dan pencapaian dekarbonisasi pada tahun 2050. IESR mengutip data Climate Transparency 2021 bahwa Indonesia menghabiskan 8,6 miliar dolar AS untuk subsidi bahan bakar fosil pada tahun 2019, 21,96% di antaranya untuk minyak dan 38,48% untuk listrik.
Batu bara tak tergantikan
Wafid menyatakan terdapat asumsi keliru bahwa industri batubara akan mengalami ‘sunset’ seiring dengan meningkatnya pemanfaatan EBT. Dia menekankan bahwa untuk mencapai NZE dan memajukan industri hilirisasi mineral, batu bara tetap menjadi sumber daya yang tak tergantikan.
Badan Geologi melalui Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP) sedang aktif menggali dan menyediakan data potensi batu bara di Indonesia. Wafid menyoroti pentingnya menginventarisasi batu bara metalurgi yang memiliki nilai tambah tinggi, terutama dalam industri baja dan pengolahan mineral.
“Sebelumnya, batu bara Indonesia dijual sebagai batu bara termal saja, padahal untuk beberapa jenis batu bara tertentu memiliki karakteristik sebagai batu bara metalurgi yang berguna dalam industri baja dan smelter pengolahan mineral, sehingga harga jualnya jauh lebih tinggi daripada batu bara termal,” tambahnya.
Dalam seminar tersebut, PSDMBP juga fokus pada eksplorasi potensi batu bara lebih lanjut, termasuk ekstraksi material maju dan asam humat dari batu bara. Wafid berharap bahwa seminar ini dapat membuka mata semua pemangku kepentingan di industri batu bara untuk bersinergi dalam mendukung transisi energi dan NZE.
“Seminar ini diselenggarakan untuk mengungkap hidden gems, potensi, atau pemanfaatan lain dari batu bara yang mungkin belum banyak kita ketahui. Saya berharap setelah mengikuti kegiatan seminar ini seluruh pemangku kepentingan di bidang batu bara dapat bersama-sama bersinergi mendorong pengembangan dan pemanfaatan batu bara serta membuka peluang dan percepatan pengungkapan potensi batu bara untuk mendukung transisi energi dan NZE,” pungkas Wafid. (Hartatik)