Jakarta – Anggota DPR mengatakan subsidi mobil listrik tidak tepat sasaran, dan seharusnya diprioritaskan untuk transportasi publik. Waktu pemberian subsidi saat nilai tukar rupiah rendah juga dinilai tidak tepat.
Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto menyayangkan subsidi kendaraan listrik justru diberikan pada pemilik kendaraan perorangan pribadi. “Kita menolak subsidi untuk membeli barang mewah orang kaya,” ujarnya.
Lebih lanjut, menurutnya, sangat tidak tepat subsidi kendaraan listrik ini justru diberikan di saat terjadi penurunan nilai tukar rupiah terhadap harga minyak mentah dunia. Dalam sidang paripurna DPR pekan lalu, pemerintah menyampaikan asumsi makro RAPBN 2024 dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar diusulkan sebesar Rp 14.700- Rp 15.300 dan harga minyak mentah (crude) menjadi sebesar USD 75 – USD 85 per barel.
Angka-angka asumsi tersebut sudah jauh di bawah kondisi saat harga BBM bersubsidi dinaikkan pada bulan September 2022, dengan nilai tukar rupiah sebesar Rp 15.500 per dolar AS, sedangkan harga minyak mentah dunia lebih dari USD 110 per barel.
Dengan berkurangnya beban anggaran untuk subsidi BBM di tahun 2024, ia meminta pemerintah tetap mengalokasikan selisih anggaran tersebut untuk subsidi BBM sehingga harga BBM bersubsidi dapat diturunkan baik untuk solar maupun Pertalite.
“Jangan selisih anggaran dari penurunan harga minyak dunia di atas digunakan untuk mensubsidi mobil listrik,” kata Mulyanto.
Selain itu, Pemerintah diminta segera menerapkan pembatasan distribusi BBM bersubsidi agar tidak digunakan untuk mobil mewah. Ditegaskannya hakikat subsidi adalah diberikan untuk mereka yang kurang mampu dalam rangka meningkatkan daya beli mereka. (Hartatik)