BPDPKS dan BLU batubara dibiarkan stagnan, walau berpotensi biayai transisi energi

Jakarta – Analis menilai bahwa pemerintah belum optimal memanfaatkan badan pengelola dana yang ada saat ini untuk mendanai transisi energi. Menurut Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan Badan Layanan Usaha (BLU) Batubara, dapat memegang peran tersebut.

Putra Adhiguna, Peneliti Institute for Energy Economics and Financial Analysis mengatakan, pendanaan transisi energi membutuhkan biaya sampai Rp 500 triliun (USD 32,7 milyar). Meski begitu pendanaan tersebut hingga kini belum jelas termasuk yang berasal dari program Just Energy Transition Partnership (JETP).

“Pemerintah sebenarnya memiliki salah satu instrument yang sudah ada di depan mata seperti Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit dan BLU Batubara,” ujar Putra dalam diskusi Indonesia Cerah.

BPDPKS mendapat pendanaan dari program biodiesel atau pungutan dari pelaku usaha kelapa sawit. Sedangkan BLU batubara, belum direalisasikan oleh pemerintah, namun bila berjalan maka dana dari ekspor batu bara bisa berkontribusi terhadap program transisi energi.

“Dana BPDKS dan BLU Batubara jika disisihkan tidak usah banyak-banyak, bisa dimulai dari 2% saja dulu bisa untuk membiayai transisi energi,” ungkapnya.

Lebih lanjut, menurutnya, pemerintah juga harus memaksimalkan potensi pendanaan JETP untuk membiayai transisi energi, terutama untuk membiayai pensiun dini PLTU. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles