BMKG: Perubahan iklim ancam ketahanan pangan RI, kekeringan dan krisis pangan

Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan bahwa Indonesia dihadapkan pada serangkaian ancaman serius akibat perubahan iklim yang semakin tidak terkendali. Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dampak perubahan iklim diperkirakan akan memicu penurunan produksi pangan, dengan potensi anjloknya produksi padi hingga jutaan ton.

Dalam acara peringatan Hari Meteorologi Dunia ke-74 di Jakarta, Karnawati menyoroti pentingnya tindakan konkret untuk mengatasi dampak perubahan iklim.

“Kita harus bersatu melakukan langkah-langkah yang nyata dalam menanggulangi dampak perubahan iklim. Kehidupan manusia dan stabilitas sosial tidak hanya terancam, namun juga bisa memicu konflik yang mengganggu keamanan, stabilitas ekonomi, dan politik,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Salah satu dampak yang disoroti adalah penurunan produksi padi, dengan perkiraan berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

“Perubahan iklim berpotensi menurunkan produksi padi Indonesia sebesar 1,13 juta ton hingga 1,89 juta ton. Selain itu, 2.256 hektare sawah pun terancam kekeringan,” paparnya.

Karnawati juga menyoroti meningkatnya prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan di Indonesia. “Angka prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan pada 2022 meningkat menjadi 10,21% dari 8,49% pada 2021,” tambahnya.

Lebih lanjut, BMKG menegaskan bahwa penanganan serius terhadap ancaman perubahan iklim sangatlah penting. Tanpa tindakan yang tepat, ramalan The Food and Agriculture Organization (FAO) mengenai krisis pangan global dan bencana kelaparan di tahun 2050 bisa menjadi kenyataan yang menakutkan.

Dalam konteks ini, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menyoroti urgensi perlunya kesadaran publik dan penerapan sistem peringatan dini yang efektif. “Perubahan iklim memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah semakin langka, dan menimbulkan water hotspot,” ungkapnya.

Kendati demikian, Ardhasena menekankan bahwa transformasi pengendalian dampak perubahan iklim harus menjadi prioritas.

“Kami berharap para pemangku kebijakan dari level pusat hingga daerah meningkatkan kewaspadaan dan menerapkan early warning system yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir,” tutupnya. (Hartatik)

Foto banner: Perempuan Indonesia menampi padi di sawah. Wikimedia Commons.

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles