Belajar dari kaum muda

oleh: Amanda Katili Niode*

Kaum muda semakin sadar akan tantangan dan risiko yang ditimbulkan oleh krisis iklim dan peluang untuk mencapai pembangunan berkelanjutan melalui solusi perubahan iklim.

“Saya lebih sering menjadi pembicara utama daripada pendengar. Itulah salah satu masalah para pemimpin dunia: mereka terlalu banyak bicara dan terlalu sedikit mendengarkan.”

Pernyataan itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), António Guterres, ketika empat tahun lalu menjadi tuan rumah Youth Climate Summit. KTT Iklim Pemuda yang diselenggarakan di Markas Besar PBB di kota New York ini merupakan platform bagi kaum muda untuk memaparkan solusi krisis iklim dan menyampaikan berbagai pesan agar para pemimpin dunia bertindak lebih cepat dalam mengurangi emisi gas rumah kaca penyebab krisis iklim.

Kini dunia dihuni oleh 1,8 miliar kaum muda berusia antara 10 hingga 24 tahun, sebagai generasi kaum muda terbesar dalam sejarah. Mereka semakin sadar akan tantangan dan risiko yang ditimbulkan oleh krisis iklim dan peluang untuk mencapai pembangunan berkelanjutan melalui solusi perubahan iklim.

Mobilisasi kaum muda sekarang dalam menyikapi krisis iklim menunjukkan kekuatan besar yang mereka miliki dengan pesan yang jelas: generasi yang lebih tua telah gagal, dan generasi mudalah yang akan membayar penuh — dengan masa depan mereka sendiri.

Pada pembukaan Youth Climate Summit itu, António Guterres yang biasa menjadi keynote speaker atau pembicara utama, memilih menjadi keynote listener atau pendengar utama, menyimak pendapat perwakilan tokoh muda pejuang iklim. Setelahnya, ia membentuk Youth Advisory Group, Kelompok Penasihat Pemuda tentang Perubahan Iklim yang terdiri dari tujuh orang.

Mereka mewakili berbagai negara termasuk negara pulau kecil, dan memiliki beragam pengalaman, latar belakang, dan bidang keahlian iklim. Dalam memberikan masukan pada Guterres, kelompok ini bekerja berdampingan dengan para pemuda aktivis iklim dan pakar di seluruh dunia.

Sebuah kegiatan lain yang berkaitan dengan pemuda, ada di bawah naungan UN CC: LEARN, yaitu The Dialogue Space on Learning Through Youth. Ruang Dialog tentang Pembelajaran melalui Pemuda ini fokus pada pembahasan intervensi penguatan kapasitas pemuda dan jaringan pemuda untuk berpartisipasi dan mengambil tindakan menyikapi krisis iklim secara aktif dan bermakna.

UN CC:Learn, adalah inisiatif kolaboratif dari 36 organisasi multilateral yang bekerja sama untuk membantu negara membangun pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk mengambil tindakan terhadap perubahan iklim. Melalui keterlibatannya di tingkat nasional dan global, UN CC:Learn berkontribusi pada implementasi bagian dari kesepakatan internasional tentang perubahan iklim, yaitu Action for Climate Empowerment (ACE), atau Aksi Pemberdayaan Iklim.

ACE memperkuat kemampuan anggota masyarakat untuk terlibat dalam aksi iklim melalui enam elemennya, yaitu pendidikan, pelatihan, kesadaran masyarakat, partisipasi publik dalam pengambilan keputusan, akses publik terhadap informasi dan kerjasama internasional.

Sebuah dialog berjudul Engaging Youth Throuh Climate Action yang dipimpin Indonesia baru saja berlangsung beberapa hari lalu. Dialog ini mempertemukan mitra UN CC:Learn dan pemangku kepentingan terkait lainnya yang berdiskusi dan berbagi pengalaman bekerja dengan pemuda untuk aksi iklim.

Sebagai pemantik dialog, acara dimulai dengan paparan pengalaman The Climate Reality Project Indonesia yang bekerja sama dengan pemuda di Indonesia dan mancanegara. Di antaranya tentang Climate Hero, sebuah program yang membekali para pramuka cerdas dengan pengetahuan dan membangkitkan semangat mereka untuk menjadi juara perubahan di komunitas masing-masing.

Kegiatan lainnya, Youth Leadership Camp for Climate Crisis merupakan perkemahan transformatif yang menyatukan kelompok pemuda dari berbagai daerah di Indonesia, berfokus pada krisis iklim dan solusi di komunitas masing-masing. Sedangkan ClimArt adalah program dinamis untuk individu muda yang bersemangat mengintegrasikan isu krisis iklim melalui seni.

Pada dialog itu, perwakilan pemuda berbagai negara, badan-badan PBB maupun organisasi pembangunan kemudian berbagi informasi mengenai kegiatan yang sukses dilaksanakan maupun adanya jaringan yang terkait. Ini merupakan ruang inspirasi bagi sesama peserta untuk memperkuat keenam elemen ACE di negara masing-masing, khususnya tentang kerja sama internasional.

Yang terpenting, seperti kata Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres: “Dan, mendengarkan – dalam mendengarkan kita belajar.”

*penulis adalah Direktur Climate Reality Indonesia
Artikel ini pertama dimuat di GBN.top

Foto banner: Agung Pandit Wiguna/pexels.com

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles