Jakarta – Pemerintah Amerika Serikat (AS) dapat mendukung percepatan transisi energi di Indonesia sepanjang menghasilkan pembiayaan yang konkrit untuk penghentian pengoperasian PLTU secara bertahap dan akselerasi pembangunan energi terbarukan serta modernisasi jaringan (grid), menurut para pengamat, Selasa (13/9).
Komitmen serius Pemerintah AS untuk mendukung upaya transisi energi di negara berkembang, di antaranya adalah bermitra dengan G7 dalam mendukung Indonesia melalui Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk memobilisasi keuangan.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, menilai JETP dapat mendukung percepatan transisi energi di Indonesia sepanjang menghasilkan pembiayaan yang konkrit untuk penghentian pengoperasian PLTU secara bertahap dan akselerasi pembangunan energi terbarukan serta modernisasi jaringan (grid).
“JETP juga perlu mepertimbangkan untuk mengantisipasi dampak sosial dari penutupan PLTU dan tambang batubara,” ujar Fabby.
Fabby menambahkan agar JETP dapat berperan signifikan dalam transisi energi di Indonesia, maka sebaiknya pemerintah Indonesia melalui presiden dapat membentuk Komite Transisi Energi untuk menyiapkan JETP dan bernegosiasi dengan negara-negara donor dan pihak-pihak yang berminat mendukung pembiayaan transisi energi Indonesia.
Nathan Hultman, Pendiri dan Direktur Center for Global Sustainability Universitas Maryland dalam Kuliah Umum yang diselenggarakan secara hybrid oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerja sama dengan Kantor Staf Presiden (KSP), menjelaskan pemerintahan AS melakukan beberapa hal untuk mewujudkan target iklimnya seperti membangun kebijakan yang saling melengkapi satu sama lain, komitmen politik yang kuat dalam jangka panjang, menciptakan pembelajaran di lebih banyak bidang dengan lebih cepat, serta fleksibel di bidang ekonomi.
“Kita semua sedang belajar tentang bagaimana jalur transisi yang tepat dan sesuai konteks di Indonesia. Beberapa peluang di area yang bisa berkolaborasi seperti pada pensiun PLTU batubara, pengembangan energi terbarukan, sektor yang sulit di dekarbonisasi seperti industri, lahan dan kehutanan, dan pembiayaan transisi energi, bagaimana lebih baik lagi dan secara konkrit mengaplikasikan pembiayaan untuk membuat perubahan yang lebih baik dalam beberapa waktu ke depan,” ujar Hultman.
AS juga mengeluarkan undang-undang infrastruktur, investasi dan pekerjaan (Infrastructure Investment and Jobs Act/IIJA) pada 2021 yang mencakup biaya sekitar 500 miliar USD untuk meningkatkan infrastruktur yang akan mempercepat pengembangan energi bersih, mengurangi emisi dan meningkatkan ketahanan melalui peningkatan infrastruktur. Terbaru, pada 2022 AS menerbitkan undang-undang pengurangan inflasi (Inflation Reduction Act) dengan insentif senilai 370 miliar USD untuk teknologi bersih rendah karbon dan transisi energi di semua sektor, serta penurunan gas rumah kaca sampai tahun 2030. (Hartatik)
Foto banner: Marcin Jozwiak/pexels.com