Bagian 3: Mikro hidro gerakkan roda kemandirian energi warga di lereng Slamet

Pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di Dusun Kalipondok Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah memanfaatkan debit air Telaga Pucung sebagai sumber energi listrik. (Foto: Hartatik)

oleh: Hartatik

Semarang – Sumber daya air di Provinsi Jawa Tengah menyimpan potensi energi hingga 382,32 Mega Watt (MW). Salah satunya berada di Kabupaten Banyumas. Dengan kondisi geografis yang berada di lereng Gunung Slamet, Banyumas memiliki 1.681 mata air dan lima situ (telaga).

Potensi aliran air dan telaga itu cukup baik, lantaran berada di kawasan hutan lindung sehingga ketersediaan airnya melimpah. Banyak aliran sungai mengalir di tebing-tebing curam.
Ditinjau dari aspek hidroklimatologi dan siklus air, wilayah Gunung Slamet merupakan daerah penangkap dan penyerap air hujan, serta sebagai sumber air dari beberapa daerah aliran sungai (DAS) yang mengalir di sekitarnya.

Dinas Sumber Daya Energi dan Mineral (ESDM) Banyumas memetakan setidaknya ada tujuh daerah aliran sungai (DAS) yang berpotensi sebagai sumber tenaga listrik, yakni DAS Cihaur Hulu, DAS Tajum, DAS Logawa, DAS Pelus, DAS Serayu Hilir, DAS Ijo, dan DAS Tipar. Itu masih ditambah lagi dengan potensi terjunan air di tujuh air terjun lainnya yang tersebar di Kecamatan Baturraden, Kedungbanteng, dan Cilongok. Wilayah-wilayah ini berada di lereng Gunung Slamet dan memiliki banyak aliran sungai. Keberadaan mata air dan telaga yang berdebit tinggi itu digunakan sebagian masyarakat untuk keperluan energi listrik, terutama mereka yang tinggal di daerah terpencil dan jauh dari jaringan listrik PLN seperti di lereng Gunung Slamet.

“Kami sedang memasifkan pemanfaatan energi terbarukan di masyarakat pedesaan. Upaya ini merupakan salah satu langkah untuk menekan emisi karbon di Jawa Tengah,” ujar Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah, Sujarwanto Dwiatmoko.
Dari total 8.000-an desa di Jawa Tengah, lanjutnya, saat ini ada sekitar 2.300 desa yang sudah mandiri energi. Pengembangan energi baru terbarukan dilakukan dengan pemberian bantuan di sejumlah kabupaten/kota, di antaranya pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH). Masyarakat setempat pun dapat menikmati energi ramah lingkungan secara murah, bahkan gratis selama 24 jam penuh.

Beli listrik PLTMH

Manager Revenue Insurance dan Mekanisme Niaga, PLN UID Jawa Tengah dan DIY, Muhammad Hamzah, dalam webinar “Central Java Solar Day” mengungkapkan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dinilai mampu mewujudkan target penggunaan energi baru terbarukan (EBT) sebesar 21,32 persen pada 2025. Namun bukan berasal dari pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap, melainkan bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).

“Target Jawa Tengah untuk 21,32 persen ini bisa tercapai karena banyak didukung PLTMH,” kata Hamzah.

Ia mengungkapkan, sejak 2016, pembelian listrik dari PLTMH terus mengalami peningkatan. Data 2016, pembelian listrik dari PLTMH itu sebesar 34 ribu Mega Watt hour (MWh). Angka ini melonjak signifikan pada 2020 sebesar 122,69 ribu MWh. Hamzah menuturkan, saat ini sudah ada 50 entitas PLTMH yang ingin menjual listrik kepada PLN. Namun dalam waktu dekat PLN hanya bisa membeli 4 entitas dengan daya 8 Mega Watt (MW).

“Dalam waktu dekat akan masuk 3-4 entitas dengan daya sekitar 8 MW, sehingga akan ada sekitar 32 megawatt di tahun 2021,” kata dia.

Sementara itu, Adhityo Nugraha Barsei, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan, saat ini masih terdapat 19.565 desa di Indonesia yang belum memiliki akses aliran listrik. Kebutuhan mereka sepatutnya dipenuhi dengan sarana yang lebih baik, yakni dengan mengedepankan sumber energi yang bersih dan berkelanjutan.

Model pengembangan energi bersih berbasis desa dapat diperbanyak di berbagai wilayah, guna meningkatkan kapasitas energi bersih nasional dan akses masyarakat terhadap energi.
“Dalam perencanaan pengembangan energi bersih berbasis warga ataupun komunitas, pemerintah desa dapat menjadi pangkalnya. Pemerintah desa bisa melibatkan peran warga sebagai pengelola yang bernaung dalam satu badan hukum tertentu,” terangnya.

Berbasis masyarakat

Hal senada diungkapkan Anggota Dewan Pengarah BRIN, Tri Mumpuni yang 30 tahun aktif membangun desa bersama suaminya, Iskandar Budisaroso melalui PLTMH. Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) ini mengatakan, instalasi PLMTH tidak sulit. Prinsipnya dengan memanfaatkan debit air untuk menggerakkan turbin yang akan menghasilkan energi mekanik. Selanjutnya, energi mekanik ini menggerakkan generator dan menghasilkan listrik.

Hanya ada beberapa syarat fisik yang diperlukan untuk membangun PLTMH, yaitu harus dibangun di daerah yang memiliki ketersediaan aliran air yang konstan dalam ukuran debit tertentu. Ukuran debit air akan menentukan besarnya energi yang mampu dihasilkan. Lalu, rangkaian PLTMH membutuhkan turbin untuk memutar kumparan dinamo listrik. Dinamo untuk mengubah energi yang dihasilkan oleh putaran turbin menjadi listrik dan jaringan listrik untuk menyalurkan listrik dari instalasi PLTMH ke pengguna.

Dibandingkan dengan sumber-sumber energi lain, pembangkit listrik mikrohidro merupakan sumber energi yang secara ekonomis sangat efisien dan mudah perawatannya. Namun keberlanjutan PLTMH bergantung dari partisipasi dan penguasaan masyarakat terhadap teknologi.

“Kalau masyarakat sudah paham maka tidak lagi perlu PLN,” ujar wanita yang akrab disapa Puni.

Prinsip itulah yang dipegang Puni, sehingga mampu membangun 82 PLTMH di Indonesia sejak 1997 di desa-desa terpencil, tanpa melibatkan peran pemerintah. Lebih lanjut, peraih Ashden Award 2012 ini mengatakan, ia tidak bekerja sendirian dalam membangun pembangkit listrik yang memanfaatkan aliran sungai. Ia melibatkan kepala desa dan masyarakat setempat dengan membuat organisasi atau komunitas yang nantinya akan belajar bersama membangun turbin listrik, serta merawatnya.

Puni menambahkan, sebenarnya setiap desa memiliki potensi sumber daya alam yang unik untuk pembangkit energi listrik. Salah satu potensi besar yang dimiliki Indonesia adalah air. Hanya saja, besarnya potensi kelistrikan dari air ini belum dikelola secara maksimal.

Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada Januari 2020. energi air di Indonesia yang telah dimanfaatkan hingga 2019 sebesar 5.976,03 MW atau sekitar 6,4% dari total potensi yang ada. Padahal potensi energi air di Indonesia diperkirakan mencapai 94.449 MW. Adapun potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 75.091 MW, dan untuk pembangkit listrik minihidro serta mikrohidro sebesar 19.358 MW.

“PLTMH merupakan salah satu alternatif solusi yang dapat menembus keterbatasan akses transportasi, teknologi, hingga biaya. Di beberapa daerah, sudah ada PLTMH yang on grid dengan PLN. Bahkan lembaga kami pertama di Indonesia yang meng-on gridkan PLTMH, lalu diadopsi PBB di negara-negara ASEAN dan Afrika untuk mendatangkan pendapatan bagi masyarakat,” beber Puni.

Lebih lanjut, menurutnya, PLTMH tidak menggunakan bahan bakar minyak sama sekali, sehingga tidak ada gas buang yang dihasilkan dari penggunaan teknologi ini. Penerapan pembangkit listrik mikrohidro merupakan upaya positif sebagai salah satu upaya emisi gas rumah kaca di sektor energi dengan fokus energi terbarukan.

Emisi GRK merupakan salah satu pemicu terjadinya peningkatan suhu bumi yang menyebabkan pemanasan global dan berakibat pada perubahan iklim. Dengan demikian pengembangan PLTMH berdampak positif pada lingkungan dan sejalan dengan kebijakan pembangunan rendah karbon.

*Artikel ini pertama dimuat di tanahair.net 13 Desember 2022

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles