Jakarta – Indonesia berpotensi mengalami kerugian ekonomi hingga Rp 544 triliun akibat perubahan iklim, jika tidak ada intervensi kebijakan sesegera mungkin, di tengah makin nyatanya dampak perubahan iklim.
Dalam keterangan tertulis, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menegaskan bahwa potensi kerugian ekonomi tersebut terjadi dalam kurun tahun 2020 hingga 2024.
Ia pun mendesak pemerintah untuk memprioritaskan kebijakan ketahanan iklim, guna menghindari potensi kerugian ekonomi sebesar Rp 281,9 trilun hingga 2024 mendatang. Adapun BMKG dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) mendapat mandat untuk mendukung peningkatan kualitas lingkungan hidup serta ketahanan terhadap bencana dan iklim.
“Berdasarkan hitung-hitungan Kementerian Keuangan, kerugian ekonomi akibat bencana per tahunnya diperkirakan mencapai rata-rata Rp 22,8 triliun,” kata Dwikorita.
Menurutnya, BMKG hingga kini masih melakukan langkah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, selain dari sisi teknologi. Begitu pula data dan informasi yang dikeluarkan BMKG tidak hanya dibutuhkan untuk urusan penanggulangan bencana alam saja, namun juga kesehatan, konstruksi, energi pertambangan, pertanian kehutanan, tata ruang, industri, pariwisata, transportasi, pertahanan keamanan, sumber daya air, hingga kelautan perikanan.
Informasi kondisi iklim terkini dari BMKG telah digunakan sebagai salah satu referensi atau bahan pertimbangan pengambilan keputusan serta rekomendasi dalam sistem pemantauan ketahanan pangan nasional. Data dan informasi tersebut berupa anomali iklim global, monitoring kondisi iklim, dan prediksi iklim. (Hartatik)